Peringatan Hari Pendidikan Nasional
dapat kita manfaatkan sebagai momen untuk mengevaluasi diri tentang apa
saja yang telah kita lakukan terhadap peningkatan sumber daya manusia
melalui pendidikan serta mencanangkan program induk kedepan yang akan
disepakati dalam memajukan pendidikan.
- momentum untuk merenungkan dan merefleksikan diri terhadap perjalanan dan langkah panjang yang telah dilalui. Ini terkait dengan cita-cita awal lahirnya HARDIKNAS, sebuah cita-cita yang saat itu dicirikan dengan semangat kepahlawanan, semangat kesediaan diri untuk memberikan secara optimal untuk pelayanan pendidikan.
- Adanya upaya untuk mengintropeksi diri dari apa yang sedang kita lakukan dalam menjalankan berbagai program pendidikan saat ini dan untuk menatap masa depan yang lebih baik, adanya jaminan pelayanan pendidikan tidak diskriminatif pada semua peserta didik di manapun mereka tinggal, sehingga cita-cita luhur saat digagasnya peringatan HARDIKNAS bisa terus terjaga.
- Bagaimana kita memprespektifkan apa yang telah dan sedang dilakukan untuk masa depan yang lebih baik, sebagaimana dicantumkan dalam konstitusi kita serta diamanatkan pula dalam sistem perundangan sesuai dengan upaya untuk mencerdaskan bangsa secara utuh. Peringatan HARDIKNAS harus terus menerus dikumandangkan dan dilakukan rekontekstualitas sesuai dengan masanya, karena itulah tidak berlebihan jika momentum HARDIKNAS kali ini juga harus bisa memberikan makna lebih, tidak hanya sebatas pada memperingatinya secara seremonial saja.
Kita berdoa semoga pendidikan dapat menjalankan fungsinya sebaik mungkin dan bangsa Indonesia dapat memperbaiki kerusakan-kerusakan di segala bidang dengan segera.
Sejarah
Hari Pendidikan Nasional diperingati setiap tanggal 2 Mei, bertepatan dengan hari ulang tahun Ki Hadjar Dewantara, pahlawan nasional yang dihormati sebagai bapak pendidikan nasional di Indonesia. Ki Hadjar Dewantara lahir dari keluarga kaya Indonesia selama era kolonialisme Belanda, ia dikenal karena berani menentang kebijakan pendidikan pemerintah Hindia Belanda pada masa itu, yang hanya memperbolehkan anak-anak kelahiran Belanda atau orang kaya yang bisa mengenyam bangku pendidikan.[2]
Kritiknya terhadap kebijakan pemerintah kolonial menyebabkan ia
diasingkan ke Belanda, dan ia kemudian mendirikan sebuah lembaga
pendidikan bernama Taman Siswa setelah kembali ke Indonesia. Ki Hadjar Dewantara diangkat sebagai menteri pendidikan setelah kemerdekaan Indonesia. Filosofinya, tut wuri handayani ("di belakang memberi dorongan"), digunakan sebagai semboyan dalam dunia pendidikan Indonesia. Ia wafat pada tanggal 26 April
1959. Untuk menghormati jasa-jasanya terhadap dunia pendidikan
Indonesia, pemerintah Indonesia menetapkan tanggal kelahirannya sebagai
Hari Pendidikan Nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar